Senin, 30 Juli 2012

ketika KEPEMIMPINAN hanya sebuah 'FORMALITAS'


Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Wikipedia.org). Jabatan, gelar, maupun pangkat bukan merupakan penentuan jiwa kepemimpinan dalam diri seseorang.
I don’t think you have to be wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time (General Ronal Fogleman, US Air Force).
Kepemimpinan sesungguhnya adalah hasil dari sebuah proses transformasi internal atau perubahan karakter atau sifat, merupakan proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal, bahasa kerennya leadership from the inside out. Ketika seseorang telah menemukan visi dan misi dalam hidupnya, ketika seseorang telah menemukan kenyamanan pada dirinya sehingga membentuk karakter yang kokoh, ketika ucapan dan perbuatannya berpengaruh bagi lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong dan membuat perubahan dalam kelembagaannya, saat itulah seseorang lahir sebagai pemimpin yang sesungguhnya.

Kepemimpinan muncul dengan sendirinya dari dalam diri, dan merupakan sebuah penentuan keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, menjadi pelayan, baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, agamanya, maupun bagi negerinya.
Kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya (Kenneth Blanchard).
Hal ini juga diungkapkan oleh Presiden Iran saat ini, Ahmadinejad ketika di wawancarai oleh TV Fox (AS)
“Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?” Jawabnya: “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: “Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran .”

Begitu luar biasanya sosok pemimpin yang sesungguhnya. Pemimpin yang menyadari bahwa dirinya adalah pelayan bagi yang dipimpinnya. Pemimpin yang memiliki ‘value’ dalam memimpin.. Hal ini menyebabkan timbulnya kepercayaan  hakiki, menjadikan pemimpin sosok yang dihormati, dan dijadikan teladan bagi yang dipimpinnya, bahkan untuk yang lainnya.

Kepemimpinan dalam sebuah lembaga atau organisasi adalah hal mutlak. Pemimpin membawa sebuah visi kemajuan bersama untuk suatu lembaga atau organisasi. Disinilah peran penting seorang pemimpin, bagaimana ia dapat membawa visi pribadinya menjadi visi bersama dalam lembaga atau organisasi. Begitu heterogennya individu-individu anggota dalam suatu lembaga atau organisasi menjadikan tantangan tersendiri bagi seorang pemimpin. Menyatukan perbedaan tersebut, menjadikan perbedaan tersebut menjadi sebuah kekuatan bersama bagi lembaga atau organisasinya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin. Tanpa adanya perubahan dari dalam seorang pemimpin, tanpa kedamaian diri, kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan menjadi pemimpin yang sesungguhnya.

Seni memimpin pada masing-masing individu tentulah berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, seorang pemimpin yang sesungguhnya adalah pemimpin yang mampu menjadi pemberi semangat (encourager) yang dapat ditunjukkan dalam bentuk apapun hingga dapat menimbulkan aura positif dalam lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin yang mampu menjadi seorang motivator, inspirator, sehingga menjadikan sosok pemimpin sebagai teladan bagi yang dipimpinnya bahkan bagi lingkungan sekitarnya. Pemimpin yang menjadi maximizer, yang mampu menyatukan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam lembaga atau organisasi yang dipimpinnya, menjadikan perbedaan sebagai kekuatan bagi lembaga atau organisasi tersebut.

Melihat realita saat ini, dimana kepemimpinan hanya sebuah gelar, jabatan, bahkan hanya sebuah formalitas belaka. Jabatan pemimpin hanya sebuah syarat adanya suatu lembaga atau organisasi. Pemimpin yang belum paham makna sebuah jiwa kepemimpinan yang sesungguhnya. Pemimpin yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka adalah seorang ‘pelayan’, menjadi sosok yang seharusnya dijadikan teladan bagi yang dipimpinnya. Pemimpin yang tidak memiliki ‘value’ dalam memimpin. Mungkin hal ini yang menjadikan pemimpin saat ini sudah tidak dijadikan sosok yang dihormati, tidak dijadikan sosok yang disegani, atau dijadikan teladan. Bahkan menjadi bahan sindiran, menjadi headline dalam setiap pembicaraan anggota-anggotanya bahkan menjadi bahan cibiran rakyat terhadap Presidennya. Miris memang. Ketika visi yang diusung tidak berjalan sebagaimana mestinya, ketika program yang berjalan masing-masing, ketika kepercayaan itu telah hilang, ketika suatu lembaga atau organisasi menjadi sebuah perkumpulan yang’berpetak-petak’. Hanya ada ‘adegan’ saling menyalahkan, keputusan sepihak, sikap tidak peduli satu sama lain. Hal yang ironis adalah saat  seorang pemimpin sudah benar-benar meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.

Apa yang harus dilakukan?
Menjadi pribadi dengan jiwa kepemimpinan bukan hanya hak seorang yang memiliki gelar pemimpin dalam lembaga atau organisasi, tapi juga hak milik bagi setiap individu. Menyikapi realita saat ini, dimana pemimpin menjadikan jabatan kepemimpinannya hanya sebuah formalitas. Merupakan peran penting bagi individu yang memiliki jiwa kepemimpinan, minimal dapat memimpin dirinya sendiri. Bagaimana ia dapat menempatkan dirinya dalam posisi yang ‘pas’ di lingkungannya, menempatkan posisi yang baik dalam lembaga atau organisasinya. Saat pemimpin itu memang dibutuhkan dalam suatu lembaga atau organisasi, tidak dipungkiri bahwa sering terdapat pemimpin yang meninggalkan tanggung jawab dalam lembaga atau organisasinya. Individu yang memiliki jiwa kepemimpinan akan selalu menyadari posisi dirinnya dimanapun ia berada, termasuk dalam lembaga atau organisasinya. Seorang yang memiliki ‘value’, memiliki rasa tanggung jawab khususnya untuk dirinya dan untuk sekitar pada umumnya. Vakum atau dianggap tidak berpengaruhnya posisi seorang pemimpin dalam lembaga atau organisasi tidak menjadikan alasan bagi individu yang telah memiliki jiwa kepemimpinan, yang telah memiliki ‘value’ dalam lembaga atau organisasinya untuk berhenti dalam tanggung jawabnya. Ia akan melanjutkan tanggung jawab tersebut dengan sebaik-baiknya. Hingga terwujud jiwa kepemimpinan dari setiap individu. Individu yang dapat memimpin dirinya dan lingkungannya.


Allahua’lam bisshowab ^_^