Rabu, 31 Juli 2013

Kamuflase Kehidupan


*Iseng buka dokumen, ternyata nemu tulisan yang belum sempat di posting. Semoga menginspirasi 

Kehidupan memang proses hidup yang penuh misteri. Akan menjadi apa, seperti apa, bersama siapa, tidak ada yang mengetahui, bahkan kita yang menjalani raga ini. Sering terlena merencanakan perjalanan hidup ke depan, sangat yakin dan percaya diri hanya kita yang berhak membawa raga ini menuju segala tujuan kehidupan. Hei! raga ini milik siapa??? Mimpi, target, rencana atau apalah itu namanya memang kunci kita untuk menggeggam dunia. Tapi proses menuju tujuan itu yang sebenarnya menjadi rahasia besar. Akan lewat mana, dengan cara apa, mulus atau berkelok, dan akan tercapai atau tidak! 


Termasuk perjalanan hidupku menuju usiaku yang genap 20 tahun. Perjalanan hidup yang sesungguhnya singkat, hanya satu tahun saja menuju 20 tahun. Perjalanan satu tahun yang tak pernah terbayangkan, bahkan mampir saja tak pernah. Perjalanan ini yang membuatku berlebihan menampung ilmu dalam waktu yang singkat itu. Ilmu yang jauh dari hakikat diriku sebenarnya, sehingga perlu banyak energi untuk memahami dan menuntaskannya.

Sosial politik yang menemani perjalanan satu tahun ini. Politik, yang seketika muncul dihadapanku bagaikan lalat yang hadir di ujung hidung lalu refleks ingin ku kibas dengan tangan. Tidak ada yang meminta ia untuk hadir di hadapan diri yang lemah tentang hal ini. Tidak ada yang meminta!!! Awalnya, anggap saja seperti pesawat terbang yang mendarat di stasiun Kereta Api. Kesasar! Jauh!!!

Sejak sekolah dulu aku menyadari bahwa, aku lebih banyak berkontribusi dalam kegiatan bersama teman-teman masjid, anak ROHIS katanya. Ini juga sempat ku lewati saat awal memasuki dunia kampus. Dan aku senang itu! Bergabung dengan orang-orang baik. Keluarga juga mendukung penuh untuk terus bergabung bersama mereka menuju ridhoNya (bahasa anak ROHIS), memperdalam ilmu agama, adem ayem, gak neko-neko!

Namun, masa peralihan itu datang. Lagi-lagi, tanpa diminta! Ya, seperti bunglon yang berubah warna kulit sesuai dengan lingkungannya. Begitupun dengan hidupku yang berkamuflase, dunia ROHIS menuju dunia POLITIS. Aktivitasku mulai dipenuhi dengan kegiatan organisasi kampus berbasis sosial-politik. Aktivitas dengan mereka yang lebih berani untuk beraksi. Aktivitas yang sesungguhnya membuat keluargaku sedikit cemas. Aktivitas yang mulai sedikit menjauh dari mereka, teman-temanku. Ketika mereka sedang diskusi kelompok untuk tugas presentasi, mungkin aku sedang diskusi juga dengan pembahasan kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering merugikan rakyat kecil. Ketika teman-temanku sibuk di  depan laptop untuk mengerjakan tugas atau laporan, mungkin saat itu aku juga sedang berada di depan laptop namun untuk membuat proposal kegiatan atau konsep acara fakultas. Bahkan ketika mereka sedang fokus mendengarkan penjelasan dosen di ruang kelas, mungkin aku sedang berada di jalanan mendengarkan instruksi koordinator lapangan tentang aksi kenaikan harga BBM. Ini kondisi nyata sebuah raga yang benar-benar belum siap dengan kondisi politik yang awalnya ku anggap jahat, tidak manusiawi, kotor!

Karena POLITIK, aku makin cinta Islam dan Indonesia
Dengan aktivitas-aktivitasku di kampus yang lebih banyak berbasis sosial-politik itu, aku semakin menyadari bahwa sesungguhnya Islam bukan hanya sebuah keyakinan yang mengatur kita untuk memperbanyak ibadah, mendekatkan diri dengan Allah swt saja, atau hanya berkumpul dengan orang-orang masjid dan enggan untuk bergabung dengan mereka yang jauh dari ‘masjid’. Tapi, lebih dari itu. Politik menyadarkanku bahwa Islam adalah keyakinan yang harus mampu memberikan kebermanfaatan bagi orang-orang disekitarnya dan menciptakan kemaslahatan bagi sesama hingga menuju keselamatan dunia-akhirat. Tidak hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri, tapi juga berpikir lebih untuk kepentingan orang banyak. Bagaimana Islam menjadi solusi untuk permasalahan ummat saat ini. Ketika nilai-nilai kemanusiaan sudah hilang, Islam hadir menjadi solusi untuk memperjuangkan hak-hak manusia dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan itu. Dan aku, makin mencintai Islam.

Sedikit banyak kesempatan, aktivitas sosial-politikku di isi dengan diskusi-diskusi permasalahan bangsa dan solusinya. Awalnya, aku berpikir ini hanya buang-buang waktu saja. Hanya duduk kemudian ‘ngobrol-ngobrol’, ya hanya topiknya saja yang lebih keren dengan bahasa-bahasa yang lagi-lagi aku harus berpikir keras untuk menafsirkannya. Tapi sesungguhnya, diskusi itu tidak hanya berakhir tanpa aksi. Justru dengan diskusi itulah kita mampu menemukan titik terang untuk lebih banyak berkontribusi dengan aksi-aksi nyata kita. Adanya desa binaan yang hadir sebagai solusi bagi mereka yang tinggal di daerah pelosok, dengan pendidikan yang kurang memadai dan segala kebutuhan hidup yang sangat terbatas. Diskusi, membuat aku sedikit memahami permasalahan bangsa yang bukannya makin marah dengan kondisi bangsa yang semakin parah. Tapi justru, membuat diriku lebih cinta dan akan terus mempersembahkan yang terbaik untuk bangsa ini, Indonesia.

Allahua’lam bisshowab
Muhasabah, 30 April 2013, 11pm