Kamis, 05 Desember 2013

BOSAN SELALU BAIK

Lelah!
Rutinitas kehidupan yang selalu menuntut langkah kaki ini menuju kebaikan kadang muncul deklarasi pernyataan “saya bosan jadi orang baik.” Pernah demikian? Saya pernah! Mungkin selama ini saya bersembunyi dalam modus normalitas menjadi manusia biasa merasakan demikian. Rasa bosan ia hadir semaunya, tanpa diundang. Parahnya, jika bosan untuk selalu jadi orang baik.


Mungkin, hal ini muncul karena adanya anggapan bahwa kita telah merasa menjadi orang baik. Positif memang, rasa semangat dan percaya diri yang selalu ada untuk menjadi orang baik. Namun, terkadang hal ini membuat kita menutup pintu perbaikan diri. Nuansa keangkuhan dalam diri membawa pada perasaan keengganan untuk menerima saran perbaikan dan membiarkan hati menelusur untuk memperbaiki dan memuhasabah diri dengan sendirinya. Kondisi bosan selalu baik ini juga tidak jarang mengaruskan diri kearah keburukan, maksiat. Ada rasa dalam diri untuk keluar dari jalur kebaikan. BAHAYA!

“Kebaikan yang direncanakan saja masih dianggap tidak baik, apalagi merencanakan keburukan.”

Suatu hal yang wajar jika kebosanan ini muncul. Tidak hanya bosan dengan aktivitas yang menjadi rutinitas. Bosan menjadi baik pun mungkin saja muncul, menyapa, hinggap, atau hanya sekelebat. Namun, penyikapan terhadap rasa bosan ini yang menjadi penting. Langkah yang tepat jika memilih untuk mengambil hal preventif untuk menghindarkan diri dari kebosanan itu.  Ya, salah satunya dengan bergabung dengan komunitas kebaikan. Adalah benar dan terbukti akan penting dan berartinya komunitas kebaikan dalam kehidupan ini. Karena diri ini dilihat darimana ia berada. Lingkungan dan rekan bergaul menjadi cerminan terdekat setiap individu. Komunitas kebaikan ini yang juga menjadi penguat dan pengingat, saling menasehati dalam kebaikan menjadi budaya yang terus mengalir tanpa diminta.

Karena orang baik juga tidak mungkin seorang diri. Sebutlah, Musa as. yang bersamanya ada Harun as. Sebut pula Muhammad bin Abdullah yang bersamanya ada Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali. Karena menjadi orang baik itu tidak bisa seorang diri. Dibutuhkan partner yang membersamai.

Kondisi kebosanan ini tidak bisa disalahkan begitu saja jika sudah “terlanjur” hinggap dalam diri. Segera cari obat penawarnya. Mengingat, menginsafi, dan mengevaluasi idealisme awal diri bisa jadi awalan yang baik untuk menjadi “pendingin”-nya. Merenungi pengorbanan para sahabat seperjuangan yang bahkan lebih banyak berbuat baik.

Terus mengupayakan konsisten dalam kebaikan juga menjadi pondasi yang penting. Jangan sampai tergodanya diri melakukan keburukan menjadi akhir untuk menyelesaikan episode kehidupan ini. Mari setir kehidupan ini dengan amal-amal kebaikan, walaupun tidak jarang harus terpaksa melewati banyak “polisi tidur”, atau bahkan melewati jalan menanjak. 



Allahua’lambisshowab

Bercermin di langit berdebu, 051213