Bencana
alam yang terjadi di awal tahun 2014 bagaikan mata rantai yang tak terputus di
negeri ini. Belum usainya banjir yang menggenang Jakarta, Manado menyusul
dengan banjir yang lebih dahsyat, Kudus, Pati, Jepara, Semarang hingga Lampung
yang tak tertinggal untuk ditenggelamkan. Tanah longsor di Jombang, gempa di
pantai selatan jawa, melengkapi Sinabung yang hingga detik ini masih
menunjukkan amarahnya.
Berdasarkan
data yang dihimpun BNPB, terdapat 182 kejadian hidrometeorologi seperti banjir
dan tanah longsor selama Januari 2014. Akibatnya 137 tewas, 1,1 juta jiwa
mengungsi dan menderita, 1.234 rumah rusak berat, 2.586 rumah rusak sedang dan
kerusakan infrastruktur, lahan pertanian, dan sebagainya
Indonesia,
seperti telah akrab dengan segala bencana yang pernah singgah selama ini. Telah
lama ia bersendau gurau dengan bencana, hingga awal tahun 2014 ia digeber
dengan Negeri Siaga Bencana di berbagai media. Dari layar kaca terlihat jelas
bahwa alam menunjukkan sikapnya kepada manusia yang sudah tak lagi bersahabat
dengannya.
Karena Salahku?
Dengan
begitu banyaknya bencana yang diturunkan di negeri ini, tidak bertanyakah siapa
penyebab alam begitu marah? Apakah penyebab itu sesungguhnya ada dalam setiap
pribadi yang telah banyak menikmati kekayaan alam yang terhampar di negeri ini?
Pribadi yang sering melempar bungkus permen seenaknya, pribadi yang sering meninggalkan
rumah dengan kondisi lampu masih menyala. Prilaku-prilaku sepele yang justru
menjadi penyebab alam ini marah besar.
Indonesia, negeri yang dianugerahi kekayaan alam yang melimpah. Gas, minyak bumi, berbagai hasil tambang, kekayaan laut, hutan, hingga ia menjadi rebutan penguasa berbagai negeri. Kekayaan alam yang sering diabaikan, hingga ia menjadi penyedia fasilitas penyambung hidup tanpa dirawat dan dijaga oleh penghuninya sendiri. Kerakusan, keegoisan yang telah menutup mata hati para pengguna alam.
Eksploitasi
saat ini bukan lagi menjadi konsumsi pengusaha kaya, namun juga sudah menjadi
konsumsi masyarakat kecil. Pengrusakan dengan meracuni sungai-sungai, membabat
hutan, penambangan pasir yang secara masif yang juga menjadi salah satu
penyebab awal dari bencana alam. Kita sendiri, sebagai penghuni negeri ini yang
tega merusak kekayaan dan keindahan alam negerinya. Pembakaran hutan untuk
membuka lahan perkebunan, pencemaran sungai dengan sampah dan limbah pabrik
demi sebuah industrialisasi.
Para
politisi yang tak kalah hebat dengan janji-janji manis yang ternyata mengelabui
rakyatnya. Mereka yang seolah berjuang demi kesejahteraan rakyat untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membangun lahan bisnis dalam skala
besar, misal apartemen mewah, real estate, sport center kelas atas (lapangan
golf atau sirkuit balap), hingga pusat perbelanjaan. Namun justru, menjadi
penyebab banjir karena hilangnya resapan air yang tersedia dan akibatnya akan
dialami oleh rakyat yang pernah memberi kepercayaan penuh kepadanya untuk
membangun negeri.
Alam
ini sungguh kaya, hingga kapanpun dan dimanapun kita mampu menikmati apa yang
telah disediakan. Namun kitalah yang sering lupa untuk membuat alam ini betah
melayani kita. Hanya mendulang kenikmatan tanpa susah-susah menjaga dan
merawatnya. Alam ini berjalan berdasarakan rumus saling menghargai, jika rumus
dirusak oleh prilaku manusia yang tidak bertanggungjawab maka jangan heran jika
bencana akan selalu datang.
Tidak
ada kata terlambat untuk melakukan instrospeksi diri bahwa bencana alam
disebabkan oleh kita yang sering lalai menjaga alam. Saling menjaga dan merawat
alam, seperti kita ingin menjaga garis kehidupan hingga anak cucu nanti.
Menjaga dan merawat alam hingga ia betah dan siap untuk kita tempati. Alam ini
telah banyak memberikan fasilitas dan kenikmatan hidup yang kita butuhkan,
untuk itu jaga dan rawatlah ia. Agar
kita tidak seperti kacang yang lupa akan kulitnya.
Allahua'lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar