Sabtu, 11 Januari 2014

BREAK!

Rumit? Hidup dibawah tekanan? Merasa bahwa segala sesuatu tidak berjalan dengan kehendak yang diinginkan? Atau sedang berada di lingkungan yang selalu memojokkan? Dituntut untuk ini dan itu. Kondisi seperti ini yang mungkin sering membuat raga terdorong untuk istirahat atau bahkan berhenti dari kehidupan ini. Ya, istirahat atau berhenti dari kondisi yang dianggap memberatkan.

“Jalan ini panjang, berliku-liku, dan tak tahu dimana penghujungnya”
Menjadi seorang insan, dengan berbagai profesi sebagai aktivis, pelajar, pendidik, pengusaha atau apapun dan dimanapun posisinya. Seorang insan yang menyadari bahwa hakikat menjadi Muslim adalah tentang beribadah kepada Rabbnya, teringat bahwa ibadah tidak hanya ibadah mahdah saja. Tidak sedikit waktu, tenaga, pikiran, dan harta yang harus digelontorkan untuk menjadikan diri dan lingkungan sekitar selalu dalam keadaan baik-baik saja. Lelah memang kata yang sering menghampiri. Hasrat pribadi akan mimpi dan pencapaian diri seolah tak lagi diberi ruang. Sering bertanya pada diri, “kapan saya melakukan aktivitas yang saya senangi?”, “kapan saya boleh memilih dimana tempat yang saya suka?”, kapan ini, kapan itu.  Berbagai pikiran untuk memikirkan diri sendiri, pragmatisme yang memenuhi pikiran kala itu. Ya, toh dengan sendiri banyak waktu untuk memikirakan hal apa saja yang akan dikerjakan. Segala sesuatu yang tak jauh untuk memikirkan ‘diri sendiri’.

Lalu?
Mari sejenak menoleh ke belakang. Rasulullah saw dalam memperjuangkan Islam kala itu. Bagaimana kiranya Rasulullah istirahat sejenak saja memperjuangkan Islam saat beliau dilempari kotoran? Nabi Nuh as menyelamatkan kaumNya. Bagaimana jika ia menyerah membuat kapal dengan segala celaan yang dilontarkan padanya? Kemudian Al Fatih dalam merebut Konstantinopel. Bagaimana pula jika ia bergerak mundur dalam heroiknya merebut Konstantinopel?

Mereka adalah manusia-manusia pejuang. Jalas, diri ini bukan mereka dengan segala ke-luarbiasa-annya. Namun, itu bukan alasan bagi insan yang telah menobatkan dirinya sebagai seorang pejuang. Kita! Kita yang berjuang di zaman kita untuk menaklukkan egoisme, menghapus kemalasan yang melanda diri untuk sejenak memikirkan perubahan bangsa  lebih baik, dan mengkonsistenkan nilai-nilai Islam pada diri dan lingkungan sekitar. Kita yang berjuang di zaman kita. Zaman dimana membela agama sendiri dibilang eksklusif, belajar agama sendiri dikata tidak multikulturalis.

Kata istirahat atau bahkan berhenti dari kehidupan ini yang seharusnya tidak pernah terpikirkan dan tidak seharusnya ada dalam kamus seorang pejuang. Tidak peduli dimana dan dengan siapa ia berada, asalkan ia mampu untuk terus menjadi manfaat bagi sekitarnya. Penurunan semangat jadikanlah ia sebagai dinamisasi kehidupan yang patut di syukuri, sadari bahwa ini sebuah proses yang patut dinikmati. Bukankah merasakan segar dan sejuknya air minum setelah melakukan aktivitas dan kehausan?  Akan tiba masanya! Masa dimana seorang pejuang menuju puncak yang dijanjikan olehNya, menuai apa yang telah ditabur dalam kehidupannya. Membuat yang gelap menjadi terang, membuat yang dingin menjadi hangat, membuat yang kecil menjadi tumbuh besar.

"Pilihan terbaik kebanyakan adalah pilihan satu-satunya, dan kita tak punya banyak pilihan"

Jadi, mau tetap istirahat? Saya enggak!

Allahua’lam bisshowab

Mendung, 110114 

Tidak ada komentar: