Rumit? Hidup dibawah
tekanan? Merasa bahwa segala sesuatu tidak berjalan dengan kehendak yang
diinginkan? Atau sedang berada di lingkungan yang selalu memojokkan? Dituntut
untuk ini dan itu. Kondisi seperti ini yang mungkin sering membuat raga terdorong
untuk istirahat atau bahkan berhenti dari kehidupan ini. Ya, istirahat atau
berhenti dari kondisi yang dianggap memberatkan.
“Jalan ini panjang, berliku-liku, dan tak tahu dimana penghujungnya”
Menjadi seorang insan,
dengan berbagai profesi sebagai aktivis, pelajar, pendidik, pengusaha atau
apapun dan dimanapun posisinya. Seorang insan yang menyadari bahwa hakikat
menjadi Muslim adalah tentang beribadah kepada Rabbnya, teringat bahwa ibadah
tidak hanya ibadah mahdah saja. Tidak sedikit waktu, tenaga, pikiran, dan harta
yang harus digelontorkan untuk menjadikan diri dan lingkungan sekitar selalu
dalam keadaan baik-baik saja. Lelah memang kata yang sering menghampiri. Hasrat
pribadi akan mimpi dan pencapaian diri seolah tak lagi diberi ruang. Sering
bertanya pada diri, “kapan saya melakukan aktivitas yang saya senangi?”, “kapan
saya boleh memilih dimana tempat yang saya suka?”, kapan ini, kapan itu. Berbagai pikiran untuk memikirkan diri
sendiri, pragmatisme yang memenuhi pikiran kala itu. Ya, toh dengan sendiri banyak
waktu untuk memikirakan hal apa saja yang akan dikerjakan. Segala sesuatu yang
tak jauh untuk memikirkan ‘diri sendiri’.
Lalu?
Mari sejenak menoleh
ke belakang. Rasulullah saw dalam memperjuangkan Islam kala itu. Bagaimana
kiranya Rasulullah istirahat sejenak saja memperjuangkan Islam saat beliau
dilempari kotoran? Nabi Nuh as menyelamatkan kaumNya. Bagaimana jika ia
menyerah membuat kapal dengan segala celaan yang dilontarkan padanya? Kemudian Al
Fatih dalam merebut Konstantinopel. Bagaimana pula jika ia bergerak mundur
dalam heroiknya merebut Konstantinopel?
Mereka adalah
manusia-manusia pejuang. Jalas, diri ini bukan mereka dengan segala
ke-luarbiasa-annya. Namun, itu bukan alasan bagi insan yang telah menobatkan
dirinya sebagai seorang pejuang. Kita! Kita yang berjuang di zaman kita untuk
menaklukkan egoisme, menghapus kemalasan yang melanda diri untuk sejenak
memikirkan perubahan bangsa lebih baik, dan
mengkonsistenkan nilai-nilai Islam pada diri dan lingkungan sekitar. Kita yang
berjuang di zaman kita. Zaman dimana membela agama sendiri dibilang eksklusif,
belajar agama sendiri dikata tidak multikulturalis.
Kata istirahat atau
bahkan berhenti dari kehidupan ini yang seharusnya tidak pernah terpikirkan dan
tidak seharusnya ada dalam kamus seorang pejuang. Tidak peduli dimana dan dengan siapa ia berada, asalkan ia mampu untuk terus menjadi manfaat bagi sekitarnya. Penurunan semangat jadikanlah
ia sebagai dinamisasi kehidupan yang patut di syukuri, sadari bahwa ini sebuah
proses yang patut dinikmati. Bukankah merasakan segar dan sejuknya air minum
setelah melakukan aktivitas dan kehausan? Akan tiba masanya! Masa dimana seorang pejuang
menuju puncak yang dijanjikan olehNya, menuai apa yang telah ditabur dalam
kehidupannya. Membuat yang gelap menjadi terang, membuat yang dingin menjadi hangat, membuat yang kecil menjadi
tumbuh besar.
"Pilihan terbaik kebanyakan adalah pilihan satu-satunya, dan kita tak punya banyak pilihan"
Jadi, mau tetap
istirahat? Saya enggak!
Allahua’lam bisshowab
Mendung, 110114
Tidak ada komentar:
Posting Komentar