Rabu, 22 Januari 2014

RANTAU 3 : PROFESI DADAKAN

"Diantara resiko dari melakukan pekerjaan yang tidak kita cintai adalah membuat kita tidak mempelajari apapun dari apa yang kita kerjakan"

Semester pendek merupakan waktu yang cukup banyak luangnya. Ya bagaimana tidak, waktu hanya diisi untuk kuliah yang tidak setiap hari. Pertemuan kuliah yang hanya tiga kali setiap minggunya, selebihnya adalah waktu kosong yang sering terbuang begitu saja tanpa produktivitas. Kegiatan organisasi yang biasanya menyibukkanpun tidak ada karena dalam waktu liburan. Hal inilah yang membuat kebosanan dan kerinduan sering menyerang. Untuk itu, saya memutuskan untuk mencari kegiatan yang dapat mengisi waktu-waktu luang saya dengan kebermanfaatan (gaya).  

Banyak hal yang bisa dilekukan sebenarnya, jika kreatif menghadapi kondisi seperti ini. Ah sayang, saya belum menjadi bagian dari komunitas kreatif itu. Ada teman saya yang mengisi waktunya dengan menyulam kain kasa. Membuatnya menjadi tas, tempat handphone, gantungan kunci, bros, hingga sampul Al Qur’an. Lalu hasil kreasi mereka dijual. Sayangnya ini bukan keahlian saya. Entah, sudah beberapa kali saya mencoba untuk melatih tangan saya untuk bergerak cantik dan bisa menghasilkan sebuah karya yang cantik juga. Namun, memang harus diakui jika tangan ini bukan jodoh dengan jarum, benang, kain kasa, atau hal lain yang berkaitan dengan kerajinan tangan. Mungkin tangan saya memang tidak rajin, entahlah lupakan.

Hari spesial itu datang. Mempertemukan saya dengan teman baik yang menawarkan kegiatan yang sekiranya bisa sejenak menghilangkan kebosanan dan rasa rindu yang sering menghantui. Ternyata, dia menawarkan sebuah profesi. Guru Privat. Awalnya saya ragu, dengan profesi ini. Saya merasa kurang percaya diri untuk mengajarkan orang, teringat kemampuan saya yang terbatas atau bahkan bisa jadi murid saya nanti yang lebih pintar dari saya. Satu hari saya mempertimbangkannya dan akhirnya menemukan kata sepakat. Saya mau belajar, alasan saya waktu itu. Teman baik sayapun mengantarkan saya ke tempat dimana Guru Privat di distribusikan (barang kali). Sebuah rumah yang disebut dengan Lembaga Bimbingan Belajar yang terletak di Perumahan Bukit Diponegoro. Setelah perkenalan, saya harus mengisi beberapa form yang di dalamnya berisi biodata, kontrak kerja, dan lembar kesepakatan. Tanpa basa-basi saya langsung diberi alamat rumah sang murid, tidak tanggung-tanggung pula si owner memberikan saya dua murid.
“Satu saja masih tanpa bayangan, malah langsung dikasih dua.” Batin saya.

“Ini mbak, karena yang biasa ngajar lagi banyak yang pulang ke rumah liburan semester makanya saya langsung kasih dua orang murid. Gak masalah kan?”
Saya mencoba mengeluarkan senyum terbaik kala itu, “Iya mbak, gak masalah insya Allah.”

“Dua-duanya murid SMP Kelas VIII, sekolah internasional mbak dua-duanya. Bahasa Inggrisnya juga gak jadi masalah kan ya?”
GLEK!!! “Ya mbak, insya Allah gak masalah. Matematika saja kan mbak?”
“Biasa sih masalahnya di pelajaran IPA mbak. Ya Matematika, Fisika, Kimia.”
“Oh ya mbak.” mencoba tetap senyum terindah.

Akhirnya, sejak saat itu dua bocil  tersebut menjadi bagian dari hidup saya, Arul dan Zahra. Sedikit bisa membuat saya merasa lebih bermanfaat dan menghilangkan kebosanan serta rasa rindu terhadap rumah. Selain berinteraksi dengan mereka yang lebih muda, saya bisa mengobati rindu pada rumah dengan kehadiran anggota keluarga sang murid dan camilan khas rumah yang selalu menemani kami belajar. Saya merasa menjadi anggota baru di keluarga mereka. Kurang lebih enam bulan saya menemani mereka belajar menuju ujian semesternya. Hingga saya memutuskan untuk berhenti sejenak karena kondisi kampus yang kembali normal dengan kesibukannya.

bocil
Semester pendek ini mengajarkan saya tentang kebermanfaatan lewat profesi dadakan saya ini. Meskipun pada awalnya tujuan saya adalah mengisi waktu luang yang bermanfaat plus plus (dapet uang saku) tapi seketika berubah setelah bertemu mereka, bocil-bocil luar biasa. Uang saku yang saya dapat, ibaratnya tidak mampu melebihi rasa senang saya untuk menjadi bagian dari hidup mereka. Senyum yang mereka persembahkan saat saya datang dan rasa percaya mereka dan keluarga kepada saya sudah menjadi imbalan tak terdefinisi. Saya selalu rindu dengan mereka, senyum, kenakalan, dan aroma kekeluargaan di rumah mereka.

Satu pelajaran buat mahasiswa rantau kali ini, bahwa hidup pasti hanya begitu-begitu saja jika menjalani hidup-pun hanya begitu-begitu saja. Maka, teruslah cari dan lakukan hal-hal baru untuk hidup. Karena penyesalan baru akan muncul saat berumur 30 tahun, dan saat itu berpikir “Seandainya saya masih berumur 20 tahun, pasti saya akan lebih cepat mengenal apa arti sebuah kebermanfaatan.”

“Mbak Nisa, Alhamdulillah si Arul nilai raportnya naik. Terutama pelajaran Matematika dan IPAnya. IPSnya turun  mbak. Besok ibu tunggu ya di rumah.”

“GLEK!!!”

Edisi Semester Pendek 2013
allahua'lam bisshowab

Tidak ada komentar: