Senin, 31 Maret 2014

MENYAMBUTMU DI 16 TAHUN

Tak terasa waktu berlalu, menyambutmu di tahun ke 16. Bukan waktu yang singkat bertahan di tengah kondisi ombang-ambingnya ideologi. Hingga detik ini, kau masih tetap tegak berdiri dengan derasanya hujatan dan rintangan yang tentu berat memilih untuk bertahan. Tawaran untuk melepas sebuah identitas diri yang menggiurkan, namun tetap membuatmu independen dan terhindar dari intervensi politik manapun. Hingga raga semakin tahu bahwa kelahiranmu bukan tanpa suatu alasan.


Belum genap 4 tahun aku mengenalmu. Ingat ketika kita dipertemukan lewat sarana ‘keterpaksaan’? Ingatkah ketika kau hadir dengan penampilanmu yang membuatku enggan mendekatimu? Apalagi ketika kau berbicara banyak hal yang tak ku mengerti tentang rumitnya negeri ini, sebut sajalah politik. Kehadiranmu yang membuat raga selalu cemas dan tersadar bahwa aku dan kamu berbeda. Aku yang memilih untuk selalu berada di tempat yang membuatku nyaman, berkumpul dengan teman-teman dengan topik pembicaraan seputar kepentingan diri sendiri. Tapi kamu, memilih untuk berada di kondisi yang selalu mengancam, tertekan, dan tak ketinggalan topik persoalan bangsa ini. Ah, mana mau aku dekat denganmu!

Aku sadar, bahwa semua yang hadir dalam tiap episode kehidupan manusia adalah sesuatu yang tak pernah diduga-duga. Bisa jadi sesuatu yang dahulu dibenci menjadi sesuatu yang dicintai, begitupun sebaliknya. Aku tak suka kamu, itu dulu. Sebelum aku benar-benar mengetahuimu lebih dalam. Sarana keterpaksaan, yang berubah menjadi sebuah kebutuhan untukku. Kau tahu mengapa ku ingin sekali mengetahuimu lebih dalam? Karena hanya penampilanmu yang membuatku ragu dekat denganmu. Tapi ternyata, dirimu begitu lembut dan penuh kasih sayang. Aku pun tahu, ini karena Islam menghiasi setiap tindak tandukmu.

Kamu yang mengantarkanku pada dunia mahasiswa yang sesungguhnya. Tak hanya berpikir untuk kepentingan diri, namun berpikir lebih untuk orang lain. Menjadi mahasiswa yang tak hanya sekadar memikirkan bagaimana cara mendapatkan IP cumlaude, ikut banyak lomba, hingga bagaimana lulus cepat, kemudian merintis karir, berburu perusahan terbaik dengan gaji besar, membangun rumahtangga. Jika kehidupan manusia hanya begitu saja alurnya, tentu tak ada bekas yang ditinggalkan, tak ada yang ingat bahwa raga ini pernah menjadi bagian dari pengisi kehidupan. Tapi kamu, yang mengantarkanku menjadi manusia yang bisa lebih dari itu semua. Manusia yang akan meninggalkan jejak-jejak kebaikan. Menjadi manusia bermanfaat bagi sesama. Tapi bukan hanya itu, ini adalah sebuah tanggung jawab membesarkan bangsa.

Statusmu sebagai lembaga eksternal kampus, yang membuat sebagian besar mahasiswa enggan mendekatimu, begitupun aku dulu. Namun lagi-lagi hal itu karena aku belum mengenalmu lebih dekat. Justru dengan statusmu sebagai lembaga eksternal, kau dapat mengeluarkan banyak ekspresi sebagai bentuk kritisasi atas segala tirani. Menjadi orang yang berpikir dan berkehendak merdeka, bergerak karena pemahaman tanpa ada paksaan. Kau merdeka, namun tetap Islam sebagai landasannya.

Ini yang paling penting. Penampilanmu yang selalu membawa embel-embel ‘aksi’, membuatku tambah takut dekat denganmu. Karena ku anggap, ‘aksi’ turun ke jalan di depan gedung-gedung pejabat negeri tak pernah aman, rusuh dengan pemberontakan, teriak-teriak memarah, hingga aksi bakar-bakaran atau menghancurkan fasilitas umum dan pasti merugikan orang lain. Aku NO AKSI! Lagi-lagi karena raga yang belum berada dekat denganmu.

Namun, kamu memang beda. Aksimu ramah, cantik, hingga tujuan tercapai. Aku terheran-heran saat pertama kali ikut aksi. Dilaksanakan dengan agenda yang tersusun rapi, dari pembacaan ayat Al Qur’an hingga ditutup dengan do’a. Begitu khusyuk. Tak jarang, jika para pejabat negeri yang kau sandingi turun, dan keluar menyambut positif aksimu. Tak pernah aku merasa tak aman seperti dugaanku dulu. Aku merasakan bahwa masyarakat dekat dan menyambut baik. Satuan keamanaan mana yang tak kenal dengan aksimu? Mereka pasti mengenal kesantunanmu.

Begitupun dengan aksi sosialmu yang teragendakan. Mulai pengembangan desa binaan, penggalangan dana bencana alam, bersih-bersih kampus, hingga pengiriman relawan ke daerah bencana. Kau begitu dekat dengan masyarakat.

KAMMI, kamu yang membuatku semakin iri dengan aksi-aksimu. Para kadermu yang senantiasa bergerak di siang hari, dan selalu membekali ruhani di malam hari. Mereka yang pintar berdialektika, namun tak diragukan hafalan Al Qur’an. KAMMI bukan berisi para orang baik, namun mencoba menjadi baik dan menebarkannya. Bukan berisi para malaikat yang tak memiliki dosa, namun mencoba untuk meminimalisir dosa. Maklumi saja jika KAMMI masih banyak salah, karena kami hanya manusia biasa. Aku mengaggumimu

KAMMI, kau memang lahir bukan tanpa alasan. Kau lahir di tengah momentum nasional dimana semua mendambakan kebebasan. Di usiamu ke – 16 ini, aku hanya berharap kau bergerak mengawal reformasi dan meregenerasi SDM yang siap mengisi reformasi. Membangun sistem dan terus berjalan, tentu dengan Islam sebagai asasnya. Makin matang, dan dewasalah.

 Allahua'lam bisshowab

Tidak ada komentar: