“Hidup harus siap dipimpin!”
Menyebrang lautan
menuju sebuah pulau dengan kapal, pasti butuh nahkoda.
Menembus awan
menuju negeri sebrang dengan pesawat, pasti butuh pilot.
Melewati rel
panjang dari stasiun ke stasiun dengan kereta api, pasti butuh masinis.
Begitupun
mengarungi perjalanan panjang sebuah lembaga mahasiswa, pasti butuh ‘supir’. Ia
yang mengantarkan pada tujuan utama sebuah lembaga. Ibarat kepala bagi tubuh.
Pemimpin yang berada dalam barisan paling depan. Ia berdiri sebagai lambang
kekuatan dan persatuan lembaga yang dipimpinnya.

Mungkin, inilah salah satu faktor penyebab gagalnya sebuah lembaga. Tidak patuhnya prajurit pada panglimanya, merasa lebih baik dari pemimpin, diperintah justru balik memerintah. Visi dan misi yang diusung diawal kepengurusan kacau tak berhasil.
Seiring
berjalannya waktu, banyak pembelajaran yang saya dapat, dari guru – guru ngaji
saya tentang kepemimpinan, dan dari pengalaman yang terjadi dalam lembaga itu
sendiri, dan pengalaman – pengalaman inilah yang membuat saya lebih sadar bahwa
pemimpin memang memiliki tempat untuk dihormati. Harus! Kenapa? Ibarat sebuah
pasukan perang, seorang panglima (pemimpin) berada di garda depan. Siap
menghadapi apapun yang terjadi, siap ditembak, siap dihantam, ditendang, bahkan
harus siap dimusnahkan lawan pertama kali. Sedangkan kita? Berada aman, dilindungi,
berada di barisan kedua, ketiga, bahkan terakhir. Sama halnya dalam lembaga
mahasiswa, seorang pemimpin berada di garis depan sebuah lembaga. Pemimpin,
seperti perwajahan lembaga yang dipimpinnya. Jika lembaganya dianggap kurang
baik maka lihatlah pemimpinnya, begitupun jika lembaga tersebut dianggap baik,
maka lihatlah pemimpinya. Terlebih, jika ada teguran dari birokrasi kampus
terkait keberjalanan lembaga, pemimpinlah yang pertama kali dipanggil, ditegur,
bahkan mungkin jadi pelampiasan kemarahan mereka. Wajar, ketika seorang
pemimpin seolah – olah hanya bisa memerintah. Namun dibalik itu semua, mereka
memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari kita seorang prajurit yang hanya
bisa berlindung di belakangnya. Tugas prajurit di belakangnyalah yang melengkapi peran seorang pemimpin.
"Jangan anggap dirimu telah banyak berbuat sesuatu. Padahal yang kau lakukanpun hanya itu - itu saja"
Bagaimanapun
karakter pemimpinmu, hormati dia dengan pemahaman. Bukan tidak boleh memberikan
usulan, tapi sampaikan saja dengan cara yang baik. Tak kalah pentingnya, selalu
berprasangaka baik kepadanya. Karena banyak hal yang menjadi beban pikirannya.
Nah, buat pemimpin. Jangan samapai menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diberikan padamu.
Nah, buat pemimpin. Jangan samapai menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diberikan padamu.
Allahua'lam bisshowab
Permintaan maaf.
Lagi insaf, 10
November 2013 11pm